Mungkin saya tidak akan pernah melewati Malalak kalau tidak ada bencana banjir bandang di Lembah Anai, Padang Panjang, Mei 2024 lalu, dan mengikis jalan arterinya. Butuh waktu berbulan untuk memperbaiki dampak dari musibah tersebut. Sedangkan waktu saya di Padang tak lama. Makanya lewat Malalak saja sebagai jalan alternatif agar rencana kami ke Harau terwujud.
Sebagai informasi, Malalak ini adalah jalan alternatif Padang-Bukittinggi yang menjadi rute terdekat selama masa perbaikan jalan Lembah Anai. Kalau tidak, mesti memutar jauh ke Solok.
Jalan Malalak memang cukup menegangkan bagi saya karena sudah lama tidak melewati jalan berkelok dan bersebelahan dengan jurang. Suami saya yang menyetir apalagi, tentu lebih deg-degan. Ditambah cuaca juga kurang bersahabat, hujan dan kabut makin memacu adrenalin. Alhamdulillah-nya perjalanan kami dilancarkan.
Bukan hanya sekadar untuk dilewati, ternyata Malalak juga menyimpan pesona. Tepat di salah satu belokan yang saya yakin di situlah landmark-nya Malalak, karena ada tulisan besar "Malalak" di salah satu sisi bukitnya, kami berhenti minum kopi. Kopi tatungkuik, begitu kata adik saya yang mengajak. Kopi tersebut viral di media sosial. Apalagi yang lewat Malalak sangat ramai sekarang, selama masa perbaikan jalan pasca banjir bandang. Jelas saya tak akan melewatkan kopi ini. Mumpung di sini. Nanti-nanti, belum tentu lewat Malalak lagi kalau jalan utama sudah pulih.
Kopi Tatungkuik di Gelas Terbalik
Kalau Jogja punya kopi walik, Malalak punya kopi tatungkuik. Secara konsep sama, gelasnya dibalik dan diberi piring kecil sebagai tatakan, sekalian penampung kopi saat diminum. Menariknya, kopi di sini menyeduh biji kopi, bukan yang bubuk. Jadi dari bagian dalam gelas, tampak biji-biji kopi mengapung. Spesial sih, karena rasanya pasti lebih mantap dari kopi sasetan.
Kenapa sih mesti dibalik? Tentu ada alasannya.
Kopi dalam gelas yang tertutup, akan menjaga suhu panas lebih lama. Nah, suhu panas yang tertahan ini membuat biji kopi lebih mengeluarkan "rasa" yang menjadikannya lebih nikmat. Selama ngopi, tetap diteguk hangat sampai kopinya habis. Pas banget dengan suhu Malalak yang dingin. Apalagi sedang hujan.
Lalu, cara minumnya gimana?
Triknya, bisa dengan mengangkat sedikit demi sedikit bibir gelas atau meniup dengan sedotan tepat di pertemuan bibir gelas dan piring wadahnya. Bagi pemula dan kesabarannya setipis tisu macam saya, praktiknya tidak semudah itu, Bestie! Padahal yang lain tampak gampang sekali melakukannya.
Minum kopi tatungkuik ada triknya |
Pas saya mencoba mengangkat gelas, malah takut tumpah. Ditiup pakai sedotan, juga susah keluar. Jujur, akhirnya saya menyerah. Gelasnya tetap saya balik kembali dan minum seperti biasa, haha. Percuma saja ya beli kopi tatungkuik.
Terlepas dari kegagalan saya, kopi tatungkuik sangat unik dan sukses menarik wisatawan untuk mampir dan singgah di kedai-kedai yang berderet di sepanjang tikungan ini. Rasa kopinya pun nikmat dan panasnya terjaga.
Minum di Kedai yang Langsung Menyuguhkan Pemandangan Lembah
Tak heran bila banyak pengunjung mampir untuk sekalian beristirahat, makan, dan minum. Setelah melewati jalan berliku yang bikin capek, inilah pelepas lelahnya. Jalan sebelumnya yang penuh hutan, semak, sawah, dan sesekali rumah-rumah warga, jadi mendadak ramai di tikungan ini. Memang titik termantap untuk berhenti.
Melihat pemandangan di belakang kedai yang dibiarkan terbuka |
Ini pemandangannya hijaunya, walau sayang sedang berkabut |
Untuk parkiran, jangan khawatir, karena areanya luas. Muat menampung banyak mobil. Ada di depan kedai, atau di seberang jalannya.
Bagian belakang kedai yang kami masuki, masih bangunan semi permanen dan berlantai papan. Soalnya bangku-meja untuk pengunjung memang khusus disediakan di belakang ini. Di bagian dalam malah tidak ada. Agak seram sebenarnya bagi saya karena jurang di bawahnya terlihat cukup dalam. Tapi jangan khawatir, meski ramai pengunjung, masih kuat kok menahan beban seluruhnya.
Bagian belakang kedai untuk bersantai |
Bukan hanya menyediakan kopi tatungkuik, kami memesan banyak menu lainnya. Mulai dari teh manis hangat untuk mama saya, Pop Mie untuk anak-anak, mie rebus untuk saya, serta berbagai cemilan seperti roti, kerupuk, atau makanan ringan yang bisa menjadi pelengkap.
Semua harganya ramah di kantong. Saya dan keluarga dengan total 8 orang, di mana semuanya pesan makan, minum, atau keduanya, hanya seratus ribuan saja. Sudah termasuk cemilannya juga.
Anak-anak bahagia banget mumpung dibolehkan makan Pop Mie |
Mie rebus sudah dicampur cabe merah, sedap maksimal! |
O iya satu lagi, ada toilet bersama juga yang disediakan di bagian luar kedai. Sepertinya sudah menjadi kesepakatan kalau toilet yang boleh digunakan pengunjung adalah yang di luar ini. Bayarnya 2.000 saja dan toiletnya pun unik. Air dibiarkan terus mengalir. Toilet model lama yang dulu sekali pernah saya temui di kampung-kampung yang sumber airnya berlimpah. "Aneh toiletnya, Bun," kata anak saya. Menambah pengalaman juga buat mereka.
Foto-foto dan Beli Durian
Selain menikmati kopi dan berbagai menu pengganjal perut di kedai, yang tak boleh dilupa adalah mendokumentasikan momen saat mampir di sini. Upayakan berfoto dengan latar belakang tulisan "Malalak" yang terpajang besar di sisi bukit. Sudah jelas ini akan membedakan foto-foto kita dengan di tempat lain. Meski waktu itu masih gerimis, saya dan keluarga tetap bela-belain berfoto.
Tulisan Malalak yang lebih jelasnya |
Satu lagi, ini yang menjadi alasan papa saya tidak masuk dalam foto bersama kami dengan background "Malalak". yaitu beli durian! Ternyata ada penjual durian di seberang jalan. Seingat saya, papa membeli 3 buah durian besar-besar dan rasanya manis. Minta sekalian dikupaskan dan dimasukkan ke plastik. Tentu saya dan suami yang paling happy karena tak akan semudah dan semurah itu membeli durian di Jakarta.
Ada penjual durian juga di seberang kedai |
Nah, bila teman-teman tertarik mencoba kopi tatungkuik, silakan melewati jalan Malalak ini, ya. Sempatkan mampir dan rasakan sendiri nikmatnya menyeruput kopi panas di gelas terbalik dengan biji kopi utuh yang mengapung. Ditambah pemandangan saujana lembah yang syahdu, makin klop!
Tempatnya boleh sederhana, tapi minuman yang dipunya sangat unik, serta pemandangan yang dimilikinya mungkin tak akan pernah bisa dilupa.
Semoga bermanfaat.
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI
Duuuuh mbaaaa, baca ini aku langsung kangeeeen pengen ke padang lagi. Kopi tatungkuik ini aku tahu, tp ga pernah coba 😄. Nyeseeel deh. Makanya kalo ada kesempatan bisa ke padang, pengen ih puas2in wiskul di bukit tinggi, padang dan beberapa kota lain.
ReplyDelete